Akhir- Akhir ini sedang ramainya Pilkada oleh DPRD, itu artinya Pemimpin Daerah akan dipilih oleh bapak-bapak terhormat yg duduk di parlemen, bukan oleh rakyat (langsung). Itu artinya juga
kita kembali ke masa Orde Baru, masa dimana kita dipilihkan pemimpin daerah oleh anggota DPRD.
kita kembali ke masa Orde Baru, masa dimana kita dipilihkan pemimpin daerah oleh anggota DPRD.
Selama 10 tahun terakhir ini sistem pemilihan kepala daerah
di negeri kita memang mengalami perubahan besar. Pemerintah daerah mulai dari
bupati, walikota sampai gubernur sudah dipilih langsung oleh rakyat, tidak lagi
oleh bapak-bapak terhormat di dewan perwakilan rakyat. Kondisi ini membuat saya
meradang, apa gunanya memilih mereka kalau sebelumnya kita sudah memilih wakil
rakyat yang diharapkan bisa memanggul semua aspirasi kita?
Buang-buang waktu, tenaga dan uang saja! Biarlah kita
memilih sekali saja, memilih wakil rakyat. Nanti kita percayakan saja semuanya
pada wakil-wakil kita itu, biar mereka yang memilih pemerintah eksekutif yang
pas untuk kita. Bukankah mereka adalah wakil rakyat yang terhormat? Mereka
orang-orang pilihan bro and sist! Bukan orang sembarangan.
Coba Kita lihat kembali, wakil-wakil rakyat kita itu
orang-orang dengan kapasitas mumpuni yang kualitasnya jauh di atas saya, Anda
dan kita semua. Mereka orang-orang terhormat yang sudah lama memimpikan bisa
bekerja untuk rakyat, berbuat untuk rakyat dan bahkan mereka menangis bersama
rakyat. Mau bukti? Coba ingat lagi spanduk, poster, stiker atau baliho mereka
ketika kampanye dulu. Itulah bukti kalau mereka memang bukan orang biasa. Tidak
seperti kita yang hanya peduli pada perut, nasib istri-anak dan saudara kita
atau teman-teman kita.
Jadi, pantaslah kalau saya sangat mendukung pemilihan kepala
daerah oleh wakil rakyat dan bukan langsung oleh rakyat. Percuma kita memilih
orang-orang terbaik negeri ini kalau akhirnya kita lagi yang repot untuk
memilih pemimpin daerah. Siapalah kita ini, hanya rakyat yang suaranya sebatas
dihitung dan tak perlu didengar.
Lagipula bayangkan betapa damainya kita nanti. Tak ada lagi
spanduk, poster, stiker, pin atau baliho yang menusuk mata setiap kali musim
pilkada tiba. Jumlahnya memang tidak seberapa, tidak lebih banyak dari jumlah
alat peraga kampanye setiap musim pileg tiba. Para calon pemimpin jumlahnya kan
tidak sebanyak calon anggota DPR atau DPRD bukan?
Kalau calon anggota dewan yang melakukan kampanye seperti
itu tidak ada masalah, mereka melakukannya dengan sangat elegan, tidak memaku
pohon, tidak memasang sembarangan dan gambarnya selalu sejuk di mata. Pasti
berbeda dengan kalau calon pemerintah daerah yang melakukannya.
Jadi, bersyukurlah kalau pemilihan langsung benar-benar akan
dihapuskan. Berkurang lagi sampah visual di sekitar kita.
Hei, kita belum sampai pada politik uang dan pemborosan
besar-besaran untuk pilkada bukan? Pemerintah daerah yang akan dipilih langsung
tentu butuh dana besar untuk kampanye dan mendekati konstituen, belum lagi dana
pemerintah untuk menyelenggarakan pilkada. Duh, betapa besar dana yang terbuang
percuma untuk kegiatan tidak bermanfaat itu.
Akan sangat bermanfaat bila dana-dana yang akan dikeluarkan
calon pemerintah daerah itu disalurkan saja ke anggota dewan untuk membeli
suara mereka atau untuk lobi-lobi politik. Hasilnya tentu lebih bermanfaat,
anggota dewan terhormat pilihan kita itu bisa lebih sejahtera dan punya waktu
lebih banyak memikirkan nasib kita para pemilihnya.
Lihat saja, banyak pemerintah daerah yang dipilih langsung
oleh rakyat ujung-ujungnya tertangkap karena kasus korupsi. Sialan mereka itu!
Sudah dipilih oleh rakyat, diberi tanggung jawab, diikat dengan kontrak oleh
rakyat, kenapa masih menghianati rakyat juga? Hal ini mustahil dilakukan oleh
para anggota dewan yang terhormat. Makanya, biarkan anggota dewan yang
terhormat yang memilih pemimpin buat kita. Saya, kamu, kita cukup percaya saja.
Memang ada beberapa pemimpin daerah yang terlihat sangat
bisa dipercaya setelah dipilih langsung oleh rakyat. Tapi mereka itu hanya pencitraan!
Percayalah, mereka tidak lebih bagus dari anggota dewan yang terhormat pilihan
kita. Kita juga harus percaya kalau masih banyak calon pemimpin berbekal
pencitraan di luar sana yang menantikan waktu untuk maju sebagai pemimpin.
Kasihan mereka, mereka tidak akan berhasil karena sekarang pencitraan mereka
tidak akan menghasilkan efek apa-apa. Toh bukan rakyat lagi yang akan memilih
mereka. Kecuali kalau mereka punya uang banyak buat meningkatkan kesejahteraan
anggota dewan yang terhormat, maka mungkin saja mereka bisa terpilih jadi
pemimpin daerah.
Jadi teman-teman, sudahlah. Berhentilah mengutuki RUU
pilkada ini dan mulailah bersyukur bahwa kita tinggal terima beres saja.
Lupakan opsi meningkatkan pengetahuan politik rakyat untuk memilih pemimpinnya
sendiri. Opsi itu terlalu muluk untuk negeri kita, kita lebih baik berpikir mau
makan apa hari ini. Toh semua sudah diatur oleh anggota dewan yang terhormat,
wakil kita di parlemen. Susah senangnya negeri ini semua diatur sama mereka,
kita tidak perlu tahu prosesnya.
Mari merayakan era baru ini. Era kebangkitan, di mana semua
keputusan daerah kembali disetir pusat. Era di mana orang-orang elit di Jakarta
sana memilihkan pemimpin terbaik untuk kita di daerah. Bukankah itu
menyenangkan? Kita tidak perlu pusing-pusing lagi, toh kita sudah seperti
membeli paket promo. Pilih wakil rakyat gratis pemimpin daerah! Yeyy! Betapa
menyenangkannya. Hanya orang bodoh yang tak suka promo, bukan?
Jadi, mari menari merayakan era baru. Selamat tinggal segala
tetek bengek politik yang hanya membuat kita pusing dan kadang berusaha untuk
belajar banyak mengerti tentang politik yang sejatinya memang susah dimengerti.
Ah, senangnya!
Keterangan: tulisan ini rencananya akan diterbitkan oleh
tabloih Oh Bor Rakyat yang selama ini memang tekenal penuh dengan berita fitnah
dan memutarbalikkan fakta 180 derajat.
0 komentar:
Posting Komentar